KARAWANG | NETIZENNEWS.CLICK — Kebijakan pembentukan “Desk Ketenagakerjaan” di lingkungan Kepolisian Republik Indonesia menuai sorotan dari kalangan Praktisi HRD. Ketua Umum Asosiasi Praktisi Human Resource Indonesia (ASPHRI) Dr. Yosminaldi, SH, MM menilai langkah tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara kepolisian dan Kementerian Ketenagakerjaan dalam menangani kasus2 ketenagakerjaan.
Hal itu disampaikan Yosminaldi yang juga mantan Praktisi HRD selama 30 tahun tersebut dalam Seminar dan Diskusi Panel DPC ASPHRI Karawang yang digelar di Brits Hotel Karawang, Kamis (16/10/2025). Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa urusan hubungan industrial dan ketenagakerjaan telah memiliki dasar hukum yang kuat, mulai dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hingga UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja serta peraturan2 turunannya (PP 34 sd PP 37).
“Kepolisian memiliki tugas pokok menjaga keamanan, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Namun urusan ketenagakerjaan merupakan ranah Kementerian dan Dinas Ketenagakerjaan. Jangan sampai terjadi tumpang tindih (overlapping),” ujarnya di hadapan peserta seminar yg dihadiri 45 Praktisi Senior HRD se Kab Karawang tersebut.
Dosen S1 dan S2 MSDM & Hubungan Industrial di Univ Pertiwi Bekasi tersebut mengingatkan, pembentukan “Desk Ketenagakerjaan” di institusi Polri tanpa batasan yang jelas dapat membuka peluang terjadinya kriminalisasi terhadap Pengusaha maupun Pekerja. Selain itu, kepastian hukum dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) bisa menjadi kabur dan bias.
“Kalau ini dibiarkan, bisa muncul penyalahgunaan wewenang atau “abuse of power”. Sistem, Mekanisme dan Infrastruktur yang sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan akan rusak,” tegasnya.
Melalui forum tersebut, ASPHRI menyerukan agar Pemerintah melakukan kajian ulang secara komprehensif terhadap kebijakan tersebut dan mengedepankan legitimasi dibanding sekadar legalitas formal.
Yosminaldi yang juga rajin menulis tentang Hukum, Politik dan Demokrasi itu juga mengingatkan pentingnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan dunia kerja baik pengusaha, serikat pekerja, maupun lembaga pemerintah dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
“Kami ingin marwah Kementerian Ketenagakerjaan dikembalikan. Semua pihak harus konsisten menegakkan aturan sesuai tugas dan kewenangan masing-masing sebagaimana diatur oleh UU,” tutupnya. (red)